Peninggalan sejarah memang menarik
untuk diteliti dan di gali sedalam- dalamnya tentang asal usul sejarah, budaya
dan kebenaranya. Di Yogyakarta anda bisa menemukan banyak candi yang bisa anda
datangi, mulai dari candi yang mungil dan belum dikenal wisatawan luas , sampai
yang sudah dikenal oleh wisatawan luas dalam dan luar negeri. Beriikut ini
adalah 7 candi yang di Yogyakartayang menarik untuk anda kunjungi dan menarik
untuk anda teliti dan gali sejarah dan budayanya.
Candi Borobudur dibangun pada masa
abad 8 dan 9 sekitar tahun 800 Masehi yakni pada masa kejayaan
pemerintahan Wangsa Syailendra. Pendirinya adalah Raja yang berasal dari wangsa
syailendra yakni Raja Samaratungga, dimulai sekitar tahun 824 Masehi dan
berakhir sampai pada awal tahun 900 yakni pemerintahan sudah berganti dari Raja
Samaratungga menjadi Ratu Pramudawardhani yang tidak lain adalah putri dari
Raja Samaratungga sendiri. Candi Borobudur terdiri dari enam teras
berbentuk bujur sangkar diatasnya terdapat 3 pelataran melingkar, Dinding
dihiasi dengan relief sebanyak 2672 panel dan sebanyak 502 Arca Budha. Stupa
utama terletak di tengah tengah dan merupakan yang terbesar, dikelilingi 72
stupa berlubang yang didalamnya ada arca Budha yang tengah duduk bersila. Candi
ini terbagi menjadi 3 tingkat menurut kosmologi Budha yakni : 1. Kamadhatu
(ranah hawa nafsu), yaitu dunia yang masih dikuasai oleh hawa nafsu, Bagian ini
diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Disini terdapat 160 relief
cerita Karmawibhangga namun saat ini tersembunyi karena tertutup struktur.. 2.
Rupadhatu (ranah berwujud), yaitu dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari
nafsu. Bagian ini terdiri dari empat lorong dengan 1300 gambar relief dengan
panjang seluruhnya 2,5 km. 3. Arupadhatu (ranah tak berwujud), yaitu dimana
manusia sudah terbebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun
belum mencapai nirwana. Tingakatan tertinggi ini dilambangkan dengan stupa yang
terbesar dan tertinggi, stupa polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa
terbesar ini pernah ditemukan arca Budha belum selesai. Menurut kepercayaan
patung yang salah dalam pembuatannya tidak boleh dirusak.
Candi ini dibangun pada masa
pemerintahan 2 Raja yakni Raja Rakai Pikatan dan Raja Rakai Belitung sekitar
abad 10 atau ± tahun 850 Masehi oleh Wangsa Sanjaya. Candi ini juga disebut
candi Roro Jonggrang ini tidak terlepas dengan legenda yang ada yakni legenda yang
pada waktu itu diceritakan ada seorang Pemuda bernama Bandung Bondowoso yang
jatuh cinta terhadap Putri Roro Jonggrang, namun ternyata cinta bertepuk
sebelah tangan. Struktur candi prambanan ini menggambarkan secara jelas
kepercayaan dalam agama Hindu, yakni TRIMURTI maka Candi ini memiliki 3 Candi
utama yang melambangkan hal tersebut. Ketiga candi terbut adalah Candi
Wisnu, Candi Brahma, dan Candi Siwa yang semuanya menghadap ke Timur.Masing-
masing candi utama memiliki satu candi pendamping yakni Garuda untuk Candi
Wisnu, Angsa untuk Candi Brahma dan Nandini untuk candi Siwa. Setiap candi
utama juga memiliki 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sedangkan
pada halaman terdapat 224 candi. Candi Siwa merupakan candi yang tertinggi dan
terdapat 4 ruangan, ruangan utama berisi Arca Siwa, kemudian Arca Durga (istri
Siwa juga disebut sebut sebagai arca Putri Roro Jonggrang), Agastya (guru
Siwa), dan Ganesha (putra Siwa). Sedangkan disebelah selatan Candi Siwa ada
Candi Brahma yang terdiri dari satu ruangan saja berisi Arca Brahma demikian
juga disebelah utaranya adalah Candi Wisnu disini juga terdirti satu ruangan
saja yang berisi Arca Wisnu
Candi sewu merupakan situs candi
budha terbesar setelah candi borobudur di Magelang. Nama candi sewu sendiri
bukan berarti candi sewu mempunyai bangunan candi berjumlah sewu (seribu),
candi sewu hanya mempunyai bangunan berjumlah 257. Dengan 1 candi utama 8
candi apit dan sisanya sebagai candi perwara dengan berbagai macam arca dan
relief yang bisa anda temukan didalamnya .Banyak arca, relief dan pahatan yang
bisa anda temukan di candi sewu ini, memasuki gerbang candi ini anda akan
menemukan dua arca Dwarapala di kanan dan kiri yang mempunyai ukuran tinggi dan
besar, sekitar mempunyai tinggi 2,5 meter dengan posisi berlutut dan memegang
gadang. Ada juga arca budha yang berada didalam candi utama dan masih banyak
lainnya yang bisa anda temukan, sedangkan untuk reliefnya, anda bisa menemukan
berberapa relief bangunan candi utama, di kaki candi utama anda akan menemukan pahatan
yang berbentuk bunga dalam jambangan, anda juga bisa melihat pahatan yang
berbentuk kalpawreksa, sedangkan diambang pintu masuk candi utama anda bisa
melihat pahatan kepala naga dengan seekor singa yang terdapat dimulut naga.
Sedangkan didinding canid perwara ( candi pendamping) dihiasi pahatan yang
berbentuk pria yang memegang teratai dan mengenakan busana kebesaran agama
budha.
Keunikan Candi yang bertinggi 7,5
meter ini adalah letaknya yang berada didalam tanah sedalam 6,5 meter ,
sehingga terlihat seperti muncul dari bawah tanah. Bagi pengunjung yang ingin
masuk kedalam candi ini terdapat pintu masuk disisi Barat candi utama.
Perjalanan masuk candi , anda akan dipuaskan dengan ornamen berupa sayap yang
terdapat pada tangga, dan diujung sayap terdapat dua patung yang menyerupai
mahkluk kerdil. Terdapat juga hiasan menyerupai singa dengan ekor yang panjang.
Keunikan lainnya, candi ini tidak mempunyai penyangga sehingga ruangan
bawah langsung berfungsi sebagai penyangga, sehingga alasnya sejajar dengan
tanah. nda akan menjumpai relung- relung yang digunakan untuk menempatkan
patung. Anda dapat melihat patung Dewi Durga (istri dari dewa siwa) yang
mempunyai 8 tangan, lengkap dengan senjatanya yang digenggam ditangan, di sisi
Timur anda akan menjumpai patung Dewa Ganesha yang merupakan anak dari Dewi
Durga, dan di sisi Selatan terdapat patung Agastya. Direlung kanan dan kiri
anda akan menjumpai Dewa penjangga pintu, Mahakala dan Nadisyawara. Anda
juga bisa melihat patung Yoni dan Lingga yang berukuran besar yang berada di
sebuah bilik didalam candi. Selain candi utama anda akan mendapati 3 candi pendamping
di komplek candi Sambisari ini, yang mempunyai 5,8 meter persegi dan tinggi 5
meter. Sedangkan dibagian luar candi terdapat tembok yang mengelilingi dengan
ukuran 50 m x 48 m. Selesai melihat – liat candi anda bisa muju ruang
informasi, disana terdapat foto- foto yang menceritakan sejak candi tersebut
ditemukan, proses penggalian, proses rekronstruksi dan foto- foto peninggalan
dari candi tersebut seperti arca dan prunggu yang sekarang di simpan di Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala, Agar tidak terjadi hal yang tidak
diinginkan.
Candi Ijo merupakan candi dengan
letak tertinggi di Yogyakarta, Berada diketinggian 410 m diatas permukaan laut.
Candi ijo didirikan sekitar abad ke-9. Memasuki bangunan
pagar bisa dilihat berbagai ornamen dan ragam hias. Candi ijo merupakan
kompleks Percandian, Dikompleks candi ini terdiri 17 struktur bangunan dan 11
teras berundak. diteras ke-1 dan ke-4 terdapat satu candi, diteras ke-5
terdapat satu candi dan dua batur,Pada teras ke-9 merupakan sisa batur
bangunan, diteras ke-8 terdapat bangunan tiga buah candi dan empat buah batur
bangunan, terdapat juga prasasti bertulisakan kode huruf F yang bertuliskan
Guywan, serta Prasasti batu yang berukuran tinggi 14 cm dan lebar 9 cm, diteras
paling atas teras ke-11 merupakan tempat yang dianggap paling suci, pada
halaman teras tersebut ditemukan pagar keliling , delapan buah linggapatok, dan
empat bangunan, yaitu candi utama dan candi tiga candi perwara .
Sedangkan diteras ke-2 ke-3, ke-6, ke-7 dan ke-10 tidak ditemukan
bangunan. Semua yang ada di bangunan Candi menarik untuk diteliti dan dipelajari.
Candi yang dibangun sekitar akhir
abad ke 8 M ini mempunyai tinggi 34 meter dan lebar 45 meter. Disekeliling
candi terdapat beberapa stupa berjumlah 52 buah dengan tinggi kurang lebih 4,60
meter sayang karena banyak bebatuan yang hilang sehingga tidak dapat
direkonstruksi kembali. Selain stupa tersebut sbenarnya masih ada 3 candi
pendukung. Candi ini mempunyai cirikhas yang tidak dapat ditemui di candi-candi
lain yakni pada permukaan batu terdapat lapisan yang disebut Brajalepha yakni
lapisan pada ornament relief yang terbuat dari getah beberapa tanaman yang
berwarna kuning, fungsinya untuk perekat dan juga sebagai pelindung ornament
agar tidak mudah rusak. Didalam ruang utama terdapat sebuah patung setinggi 6
meter terbuat dari perunggu namun belum diketahui perwujudan dewa apa yang
dijadikan symbol tersebut. Candi ini terdari 3 bagian yakni Kaki candi, tubuh
candid an atap candi Pada bagian kaki terdapat tangga untuk memasuki candi
dengan berbagai hiasan-hiasan yang indah. Pada bagian tubuh candi disebelah
tenggara terdapat sebuah singgasana yang dihiasi pola singa berdiri diatas punggung
gajah, sedangkan diluar tubuh candi pada relungnya dihiasi figure dewa dalam
posisi berdiri dengan memegang teratai. Sedangkan bagian ketiga atapnya terdiri
dari dua tingkat. Pada tingkat pertama terdapat arca Budha yang melukiskan
Budha sedangkan tingkat dua melukiskan Yani Budha. Untuk puncak atapnya
kemungkinan berbentuk stupa, namun sekali lagi sayang banyak bebatuan yang
tidak diketemukan
Bangunan ini pertama kalai ditemukan
oleh Arkeolog dari Negara Belanda yang bernama HJ De Graaf pada abad ke 17.
Bentuk bangunan berupa Gapura Utama, Candi, Kolam dengan dengan luas 20 x 50 m
kedalaman 2 m, Gua, Pagar, Candi Pembakaran dan paseban. Bangunan-bangunan
tersebut tersebar menjadi beberapa bagian. Salah satunya adalah bagian dimana
terdapat 3 pintu gerbang yang saling berdekatan, membujur dari utara ke
selatan. Pintu gerbang yang di tengah adalah yang terbesar dan merupakan pintu
gerbang utama yang diapit oleh dua pintu gerbang lainnya yang disebut gerbang
pengapit. Kemudian bagian yang terdiri dari 5 pintu gerbang, terdiri dari 4
gerbang pengapit dan satu gerbang utama yang terletak di tengah gerbang
pengapit. Ada hal yang menarik di Candi Boko tersebut yakni untuk menikmati
Sunset, Ditempat ini ditawarkan Paket “Boko Sunset”. Tentu saja paket ini hanya
ditawarkan jikalau cuaca bagus, biasanya pengikut paket ini rata-rata berjumlah
10 orang. Di mulai pukul 4 sore para pengunjung di sugguhi Makanan ringan serta
kopi atau the sembari menikmati tnggelamnya matahi di ufuk barat. Setelah
Matahri terbenam dilanjutkan dengan makan malam dengan menu-menu yang
ditawarkan adalah makanan tradisional Indonesia, antara lain Bakmi goreng,
bakmi godog, nasi goreng, dan soto. Untuk paket ini Wisatawan mancanegara
dikenai tariff Rp. 75.000,00 sedangkan wisatawan nusantara sebesar Rp. 35.
000,00.
Anda tak perlu terburu-buru kembali
ke penginapan usai berkunjung ke Candi Prambanan, sebab tidak jauh dari candi
Hindu tercantik di dunia itu anda juga akan menemui candi-candi lain yang sama
menariknya. Melaju ke utara sejauh 1 km, anda akan menemui Candi Plaosan,
sebuah candi yang dibangun oleh Rakai Pikatan untuk permaisurinya,
Pramudyawardani. Terletak di Dusun Bugisan Kecamatan Prambanan, arsitektur
candi ini merupakan perpaduan Hindu dan Budha.
Kompleks Plaosan dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Kedua candi itu
memiliki teras berbentuk segi empat yang dikelilingi oleh dinding, tempat
semedi berbentuk gardu di bagian barat serta stupa di sisi lainnya. Karena
kesamaan itu, maka kenampakan Candi Plaosan Lor dan Kidul hampir serupa jika
dilihat dari jauh sehingga sampai sekarang Candi Plaosan juga sering disebut
candi kembar.
Bangunan Candi Plaosan Lor memiliki
halaman tengah yang dikelilingi oleh dinding dengan pintu masuk di sebelah
barat. Pada bagian tengah halaman itu terdapat pendopo berukuran 21,62 m x 19
m. Pada bagian timur pendopo terdapat 3 buah altar, yaitu altar utara, timur
dan selatan. Gambaran Amitbha, Ratnasambhava, Vairochana, dan Aksobya terdapat
di altar timur. Stupa Samantabadhara dan figur Ksitigarbha ada di altar utara,
sementara gambaran Manjusri terdapat di altar barat.
Candi Plaosan Kidul juga memiliki
pendopo di bagian tengah yang dikelilingi 8 candi kecil yang terbagi menjadi 2
tingkat dan tiap-tiap tingkat terdiri dari 4 candi. Ada pula gambaran Tathagata
Amitbha, Vajrapani dengan atribut vajra pada utpala serta Prajnaparamita yang
dianggap sebagai "ibu dari semua Budha". Beberapa gambar lain masih
bisa dijumpai namun tidak pada tempat yang asli. Figur Manujri yang menurut
seorang ilmuwan Belanda bernama Krom cukup signifikan juga bisa dijumpai.
Bagian Bas relief candi ini memiliki
gambaran unik pria dan wanita. Terdapat seorang pria yang digambarkan tengah
duduk bersila dengan tangan menyembah serta figur pria dengan tangan vara mudra
dan vas di kaki yang dikelilingi enam pria yang lebih kecil. Seorang wanita ada
yang digambarkan sedang berdiri dengan tangan vara mudra, sementara di
sekelilingnya terdapat buku, pallet dan vas. Krom berpendapat bahwa figur pria
wanita itu adalah gambaran patron supporter dari dua wihara.
Seluruh kompleks Candi Plaosan
memiliki 116 stupa perwara dan 50 candi perwara. Stupa perwara bisa dilihat di
semua sisi candi utama, demikian pula candi perwara yang ukurannya lebih kecil.
Bila berjalan ke bagian utara, anda bisa melihat bangunan terbuka yang disebut
Mandapa. Dua buah prasati juga bisa ditemui, yaitu prasasti yang di atas keping
emas di sebelah utara candi utama dan prasasti yang ditulis di atas batu di
Candi Perwara baris pertama.
Salah satu kekhasan Candi Plaosan
adalah permukaan teras yang halus. Krom berpendapat teras candi ini berbeda
dengan teras candi lain yang dibangun di masa yang sama. Menurutnya, hal itu
terkait dengan fungsi candi kala itu yang diduga untuk menyimpan teks-teks
kanonik milik para pendeta Budha. Dugaan lain yang berasal dari para ilmuwan
Belanda, jika jumlah pendeta di wilayah itu sedikit maka mungkin teras itu
digunakan sebagai sebuah wihara (tempat ibadah umat Budha).
Jika melihat sekeliling candi, anda
akan tahu bahwa Candi Plaosan sebenarnya merupakan kompleks candi yang luas.
Hal itu dapat dilihat dari adanya pagar keliling sepanjang 460 m dari utara ke
selatan serta 290 m dari barat ke timur, juga interior pagar yang terdiri atas
parit sepanjang 440 m dari utara ke selatan dan 270 m dari barat ke timur.
Parit yang menyusun bagian interior pagar itu bisa dilihat dengan berjalan ke
arah timur melewati sisi tengah bangunan bersejarah ini.
Alamat: Jl. Jogja-Solo km 13 Kalasan, Yogyakarta 55282, Indonesia
Koordinat GPS: S7°46'2.3" E110°28'19.8" (lihat peta)
Koordinat GPS: S7°46'2.3" E110°28'19.8" (lihat peta)
Candi Tara adalah candi yang
dipersembahkan untuk Dewi Tara yang dinding luarnya dilapisi semen kuno. Candi
Budha tertua di Yogyakarta ini dibangun oleh Rakai Panangkaran, raja dari
dinasti Syailendra yang juga mengkonsep pendirian Borobudur.
Candi
Tara, Peninggalan Budha Tertua di Yogyakarta
Banyak orang selalu menyebut
Borobudur saat membicarakan bangunan candi Budha. Padahal, ada banyak candi
bercorak Budha yang terdapat di Yogyakarta, salah satu yang berkaitan erat
dengan Borobudur adalah Candi Tara. Candi yang terletak di Kalibening, Kalasan
ini dibangun oleh konseptor yang sama dengan Borobudur, yaitu Rakai
Panangkaran. Karena letaknya di daerah Kalasan, maka candi ini lebih dikenal
dengan nama Candi Kalasan.
Selesai dibangun pada tahun 778 M,
Candi Tara menjadi candi Budha tertua di Yogyakarta. Candi yang berdiri tak
jauh dari Jalan Yogya Solo ini dibangun sebagai penghargaan atas perkawinan
Pancapana dari Dinasti Sanjaya dengan Dyah Pramudya Wardhani dari Dinasti
Syailendra. Selain sebagai hadiah perkawinan, candi itu juga merupakan
tanggapan usulan para raja untuk membangun satu lagi bangunan suci bagi Dewi
Tara dan biara bagi para pendeta.
Candi Tara adalah bangunan berbentuk
dasar bujur sangkar dengan setiap sisi berukuran 45 meter dan tinggi 34 meter.
Bangunan candi secara vertikal terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki candi,
tubuh candi dan atap candi. Bagian kaki candi adalah sebuah bangunan yang
berdiri di alas batu berbentuk bujur sangkar dan sebuah batu lebar. Pada bagian
itu terdapat tangga dengan hiasan makara di ujungnya. Sementara, di sekeliling
kaki candi terdapat hiasan sulur-suluran yang keluar dari sebuah pot.
Tubuh candi memiliki penampilan yang
menjorok keluar di sisi tengahnya. Di bagian permukaan luar tubuh candi
terdapat relung yang dihiasi sosok dewa yang memegang bunga teratai dengan
posisi berdiri. Bagian tenggaranya memiliki sebuah bilik yang di dalamnya
terdapat singgasana bersandaran yang dihiasi motif singa yang berdiri di atas
punggung gajah. Bilik tersebut dapat dimasuki dari bilik penampil yang terdapat
di sisi timur.
Bagian atap candi berbentuk segi
delapan dan terdiri dari dua tingkat. Sebuah arca yang melukiskan manusia Budha
terdapat pada tingkat pertama sementara pada tingkat kedua terdapat arca yang
melukiskan Yani Budha. Bagian puncak candi berupa bujur sangkar yang
melambangkan Kemuncak Semeru dengan hiasan stupa-stupa. Pada bagian perbatasan
tubuh candi dengan atap candi terdapat hiasan bunga makhluk khayangan berbadan
kerdil disebut Gana.
Bila anda mencermati detail candi,
anda juga akan menjumpai relief-relief cantik pada permukaannya. Misalnya
relief pohon dewata dan awan beserta penghuni khayangan yang tengah memainkan
bunyi-bunyian. Para penghuni khayangan itu membawa rebab, kerang dan camara.
Ada pula gambaran kuncup bunga, dedaunan dan sulur-suluran. Relief di Candi
Tara memiliki kekhasan karena dilapisi dengan semen kuno yang disebut
Brajalepha, terbuat dari getah pohon tertentu.
Di sekeliling candi terdapat
stupa-stupa dengan tinggi sekitar 4,6 m berjumlah 52 buah. Meski stupa-stupa
itu tak lagi utuh karena bagiannya sudah tak mungkin dirangkai utuh, anda masih
bisa menikmatinya. Mengunjungi candi yang sejarah berdirinya diketahui
berdasarkan Prasasti Candi yang berhuruf Panagari ini, anda akan semakin
mengakui kehebatan Rakai Panangkaran yang bahkan sempat membangun bangunan suci
di Thailand.
Candi ini juga menjadi bukti bahwa
pada masa lalu telah ada upaya untuk merukunkan pemeluk agama satu dengan yang
lain. Terbukti, Panangkaran yang beragama Hindu membangun Candi Tara atas
usulan para pendeta Budha dan dipersembahkan bagi Pancapana yang juga beragama
Budha. Candi ini pulalah yang menjadi salah satu bangunan suci yang
menginspirasi Atisha, seorang Budhis asal India yang pernah mengunjungi Borobudur
dan menyebarkan Budha ke Tibet.
Alamat: Piyungan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia
Koordinat GPS: S7°50'7.2" E110°26'11.9" (lihat peta)
Koordinat GPS: S7°50'7.2" E110°26'11.9" (lihat peta)
Candi Gampingan yang ditemukan pada
tahun 1995 diduga merupakan bagian dari Situs Gampingan. Bagian kaki candi
dihiasi relief beragam jenis hewan, salah satunya burung yang dipercaya mampu
membawa pesan dari nirwana.
Membaca
Pesan dari Nirwana di Candi Gampingan
Tak semua candi memiliki relief
cantik yang khas sebab umumnya hanya dihias oleh arca dan relief umum yang
terdapat hampir di semua candi. Salah satu yang memiliki relief cantik yang
khas itu adalah Candi Gampingan, sebuah candi yang ditemukan secara tak sengaja
oleh pengrajin batu bata di Dusun Gampingan, Piyungan, Bantul pada tahun 1995.
Meski ukurannya kecil dan sudah tak utuh lagi, Candi Gampingan masih kaya akan
relief yang mempesona.
Salah satu relief cantik yang bisa
dijumpai di candi ini adalah relief hewan yang ada di kaki candi. Relief hewan
di Gampingan begitu natural hingga bisa diketahui jenis hewan yang digambarkan.
Cukup jarang candi yang memiliki relief demikian, setidaknya hanya Candi
Prambanan dan Mendut yang dikenal memiliki relief serupa. Semua relief itu dihias
dengan latar sulur-suluran, yaitu padmamula (akar tanaman
teratai) yang diyakini sebagai sumber kehidupan.
Saat YogYES berkeliling, tampak
jenis hewan yang mendominasi adalah burung. Terdapat relief burung gagak yang
tampak memiliki paruh besar, tubuh kokoh, sayap mengembang ke atas dan ekor
berbentuk kipas. Ada pula relief burung pelatuk yang digambarkan memiliki
jambul di atas kepala, paruh yang agak panjang dan runcing serta sayap yang
tidak mengembang. Selain itu, ada juga ayam jantan yang memiliki dada membusung
dan sayap mengembang ke bawah.
Pembuatan relief burung dalam jumlah
banyak di candi ini berkaitan keyakinan masyarakat saat itu terhadap kekuatan transedental
burung. Diyakini, burung merupakan perwujudan para dewa sekaligus pembawa pesan
dari alam para dewa atau nirwana. Burung juga berkaitan dengan kebebasan
absolut manusia yang dicapai setelah berhasil meninggalkan kehidupan duniawi,
lambang jiwa manusia yang lepas dari raganya.
Relief hewan lain yang juga banyak
digambarkan adalah katak. Masyarakat saat itu percaya bahwa katak memiliki
kekuatan gaib yang mampu mendatangkan hujan, sehingga katak juga dipercayai
mampu meningkatkan produktivitas, karena air hujan yang didatangkan katak bisa
meningkatkan hasil panen. Katak yang sering muncul dari air juga melambangkan
pembaharuan kehidupan dan kebangkitan menuju arah yang lebih baik.
Hingga kini, relief itu masih
menyisakan pertanyaan, apakah sebuah fabel (cerita hewan yang
didongengkan pada anak-anak) seperti di Candi Mendut atau gambaran hewan yang
sengaja dibuat untuk menunjukkan maksud tertentu. Pertanyaan itu muncul sebab
gambaran hewan seperti di Candi Gampingan tak ditemukan dalam kitab yang memuat
fabel, seperti Jataka, Sukasaptati, Pancatantra dan versi turunannya.
Candi Gampingan yang diperkirakan
dibangun antara tahun 730 - 850 M diyakini merupakan tempat pemujaan Dewa
Jambhala (Dewa Rejeki, anak Dewa Siwa). Hal itu didasari oleh penemuan Arca
Jambhala ketika penggalian. Jambhala digambarkan sedang dalam keadaan semedi,
tubuhnya duduk bersila sementara matanya terpejam. Bagian tubuhnya dihiasi oleh
unsur ikonografis (asana) berupa bunga teratai yang memiliki daun
berjumlah 8 helai sebagai lambang cakra dalam tubuh manusia.
Figur Jambhala di candi ini berbeda
dengan yang ada di candi lainnya. Umumnya, Jambhala di candi lain digambarkan
dengan mata lebar yang menatap ke arah pemujanya disertai dengan beragam hiasan
yang melambangkan kemakmuran dan kemewahan. Diyakini, penggambaran berbeda ini
didasari oleh motivasi pemujaan, bukan untuk memohon kemakmuran tetapi
bimbingan agar dapat mencapai kebahagiaan sejati.
Mengunjungi Candi Gampingan akan
membawa kita merenungkan kembali tentang jalan yang sudah kita tempuh untuk
menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Relief yang didominasi bentuk hewan yang
hidup di alam sekitarnya bisa jadi merupakan wujud kearifan masyarakat setempat
pada jaman itu dalam merepresentasikan sebuah pesan dari nirwana: untuk hidup
sejahtera dan terhindar dari bencana, manusia seharusnya menjaga keselarasan
dengan alam.
Alamat: Kalasan, Sleman, Yogyakarta, Indonesia
Koordinat GPS: S7°44'12.7" E110°28'13.2" (lihat peta)
Koordinat GPS: S7°44'12.7" E110°28'13.2" (lihat peta)
Candi Kedulan ditemukan pada tahun
1993. Penemuan candi ini beserta dua buah prasasti di lokasi penggaliannya
mengundang pertanyaan tentang keberadaan desa kuno bernama Pananggaran dan
sebuah bendungan di dekatnya.
Mengungkap
Teka-Teki Bendungan Kuno di Sekitar Candi Kedulan
Candi Kedulan adalah sebuah candi
bercorak Hindu yang terdapat di Dusun Kedulan, kurang lebih 3 kilometer dari
Candi Kalasan. Candi ini ditemukan secara tak sengaja oleh para penambang pasir
pada 24 November 1993. Kesenangan yang berbeda akan didapatkan bila mengunjungi
candi ini, sebab anda bisa menikmati proses rekonstruksi candi yang sangatlah
rumit.
Lokasi penggalian sedalam 7 meter
akan langsung ditemui begitu tiba di kompleks candi ini. Lokasi penggalian itu
berisi batu-batu candi yang tersebar ke segala penjuru dan bagian kaki candi induk
yang tampak masih menyatu. Di lokasi penggalian inilah kompleks Candi Kedulan
yang terdiri dari 1 candi induk dan 3 candi perwara (pendamping) semula
berdiri. Kini, bagian kaki candi induk tengah diuji kekokohannya agar dapat
ditumpangi batu-batu lain pada tahap selanjutnya.
Mengelilingi daerah sekitar lokasi
penggalian, akan dijumpai batu-batu candi yang tengah direkonstruksi dengan
cara mencocokkan batu satu dengan batu lainnya. Batu yang telah berhasil
dicocokkan diberi simbol-simbol tertentu yang ditulis menggunakan kapur. Tampak
konstruksi sementara bangunan pagar pembatas selasar candi, atap, bilik candi
dan beberapa bagian tubuh candi lainnya. Terlihat pula lingga dan yoni yang
diduga merupakan komponen yang mengisi bilik candi.
Beberapa ornamen yang menghias candi
sudah bisa dinikmati keindahannya walau candinya sendiri masih dalam tahap
rekonstruksi. Misalnya, relief naga di bawah yoni yang diperkirakan mengisi
bilik utama candi induk, figurnya berbeda dengan naga penghias yoni candi di
Jawa Tengah lainnya sebab terlihat memiliki rahang. Terdapat pula relief dewa
di beberapa bagian dinding candi, hiasan sulur-suluran, roset, serta relief
motif batik.
Selesai berkeliling, YogYES sempat
berbincang dengan salah seorang staf bernama Haryono. Ia bercerita betapa
sulitnya menyusun kembali bangunan yang telah runtuh itu. Ada ratusan batu yang
harus dicocokkan agar candi bisa berdiri lagi, padahal untuk mencocokkannya tak
ada petunjuk sama sekali. Saking sulitnya, seorang pekerja kadang hanya
mampu mencocokkan satu batu dengan satu batu lainnya dalam kurun waktu
seminggu. Betul, bagaikan menyusun sebuah puzzle raksasa.
Kalau memasuki ruang informasi di
sebelah lokasi penggalian, anda bisa mengetahui perkiraan rancangan Candi
Kedulan. Dari hasil diperkirakan, candi induk memiliki tinggi 8 meter, terbagi
menjadi bagian kaki, tubuh dan atap. Tubuh candi terdiri dari 10 lapis batu
dengan tinggi 2,4 meter, memiliki beberapa relung yang berisi arca Ganesha
(anak Dewa Siwa), Agastya, Durga (isteri Dewa Siwa), Nandaka dan Nandiswara
(kendaraan Dewi Durga), serta mempunyai selasar sempit yang diduga hanya bisa
dimasuki orang-orang tertentu. Atap candi terdiri atas 13 lapis batu andesit.
Dari keterangan diatas bisa diperkirakan bahwa arsitekturnya secara keseluruhan
mirip dengan Candi Sambisari.
Di ruang informasi itu pula, anda
bisa melihat puing-puing puing-puing mangkuk berhias dan barang gerabah yang
diduga digunakan dalam ritual peribadatan di candi ini. Selain itu, ada juga
kayu-kayu yang berasal dari pepohonan yang tumbuh semasa candi ini berdiri.
Haryono bercerita pada YogYES bahwa salah satu serpihan kayu pohon itu pernah
dibawa seseorang untuk diukir, namun dikembalikan lagi sebab orang yang
membawanya justru mengalami petaka.
Beberapa foto benda-benda lain yang
ditemukan selama penggalian juga bisa dilihat di ruang informasi. Ada foto arca
dewa berbahan perunggu dan foto prasasti Pananggaran dan Sumudul yang ditemukan
pada tahun 2003. Pada dinding ruangan, terdapat gambaran lapisan tanah tempat
batu-batu candi ditemukan, serta foto-foto yang menggambarkan proses penggalian
yang berlangsung selama bertahun-tahun.
Pada 12 Juni 2003, ditemukan 2 buah
prasasti di lokasi penggalian. Prasasti yang ditulis dalam huruf Pallawa dan
bahasa Sansekerta tersebut sudah berhasil dibaca oleh dua epigraf dari Jurusan
Arkeologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, yaitu Dr Riboet Darmoseotopo dan
Tjahjono Prasodjo MA. Berangka tahun 791 Saka (869 Masehi, atau sekitar 10
tahun setelah candi Prambanan berdiri), isinya tentang pembebasan pajak tanah
di Desa Pananggaran dan Parhyangan, pembuatan bendungan untuk irigasi,
pendirian bangunan suci bernama Tiwaharyyan serta ancaman kutukan bagi siapapun
yang tidak mematuhi aturan.
Beberapa arkeolog menduga bahwa
prasasti tersebut berkaitan dengan pendirian Candi Kedulan. Bangunan suci
Tiwaharyyan diduga merupakan Candi Kedulan itu sendiri. Desa Pananggaran yang
diceritakan pada prasasti diduga berada di wilayah sekitar candi, begitu pula
bendungan yang dimaksud. Namun sampai kini belum ditemukan jejak bendungan kuno
yang dimaksud. Mungkin bendungan itu dibangun di Sungai Opak yang berjarak ±4
km dari lokasi candi, atau mungkin juga di sungai yang kini sudah tidak ada
lagi karena tertutup lahar letusan Gunung Merapi seribu tahun silam.
Banyaknya teka-teki yang menunggu
untuk dipecahkan beserta pesona komponen candi menjadikan berwisata ke Candi
Kedulan menarik untuk dilakukan. Kondisi candi yang masih dalam tahap
rekonstruksi justru menambah kesenangan ketika mengunjunginya.
12.CANDI MENDUT
Alamat: Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia
Koordinat GPS: S7°36'17.3" E110°13'48.1" (lihat peta)
Koordinat GPS: S7°36'17.3" E110°13'48.1" (lihat peta)
Candi Mendut lebih tua dari Candi
Borobudur. Ada cerita untuk anak-anak pada dinding-dindingnya.
Candi
Mendut
Candi Mendut terletak 3 km ke arah
timur dari Candi Borobudur, merupakan candi Budha yang dibangun tahun 824
Masehi oleh Raja Indera dari wangsa Syailendra. Di dalam Candi Mendut terdapat
3 (tiga) patung besar.
- Cakyamuni yang sedang duduk bersila dengan posisi tangan memutar roda dharma.
- Awalokiteswara sebagai Bodhi Satwa membantu umat
manusia
Awalokiteswara merupakan patung amitabha yang berada di atas mahkotanya, Vajrapani. Ia sedang memegang bunga teratai merah yang diletakkan di atas telapak tangan. - Maitreya sebagai penyelamat manusia di masa depan
Ada cerita untuk anak-anak pada
dinding-dindingnya. Candi ini sering dipergunakan untuk merayakan upacara
Waisak setiap Mei pada malam bulan purnama dan dikunjungi para peziarah dari
Indonesia maupun manca negara.
Candi ini lebih tua dari Candi
Borobudur. Arsitekturnya persegi empat dan mempunyai pintu masuk di atas tangganya.
Atapnya juga persegi empat dan bertingkat-tingkat, ada stupa di atasnya.
Alamat: Desa Mendut,
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia
Koordinat GPS: S7°36'22" E110°13'10.3" (lihat peta)
Koordinat GPS: S7°36'22" E110°13'10.3" (lihat peta)
Candi Pawon bukan sebuah makam,
melainkan sebagai tempat untuk menyimpan senjata Raja Indera yang bernama
Vajranala.
Candi
Pawon
Candi Pawon terletak 1,5 km ke arah
barat dari Candi Mendut dan ke arah timur dari Candi Borobudur, juga merupakan
sebuah candi Budha. Saat diteliti secara lengkap pada reliefnya, ternyata
merupakan permulaan relief Candi Borobudur.
Banyak orang mengira Candi Pawon
merupakan sebuah makam, namun setelah diteliti ternyata merupakan tempat untuk
menyimpan senjata Raja Indera yang bernama Vajranala. Candi ini terbuat
dari batu gunung berapi. Ditinjau dari seni bangunannya merupakan gabungan seni
bangunan Hindu Jawa kuno dan India. Candi Pawon terletak tepat di sumbu garis
yang menghubungkan Candi Borobudur dan Candi Mendut.
Kemungkinan candi ini dibangun untuk
kubera. Candi ini berada di atas teras dan tangga yang agak lebar. Semua
bagian-bagiannya dihiasi dengan stupa (dagoba) dan dinding-dinding
luarnya dengan gambar-gambar simbolis.